Pasangan Punya Ikatan Cinta Tidak Merayakan Hari Valentine

melek cinta psikologi cinta pria dan wanita

Pasangan memiliki ikatan cinta yang kuat cenderung tidak merayakan valentine karena mereka merasa perasaan cinta bukan ajang konsumsi massal (komersialisasi) dalam wujud cokelat, bunga, kartu ucapan, atau boneka.

Hari valentine menciptakan ilusi kebahagiaan bukan bukti cinta

Bagi pasangan memiliki hubungan cinta yang kuat, mereka tidak perlu membuktikan atau memvalidasi cinta mereka hanya untuk satu hari saja. Mereka menganggap hari valentine memiliki tujuan menciptakan budaya konsumtif.

Hari valentine dikemas sebagai fatamorgana cinta yang dibalut jadi ajang komersialisasi. Sebut saja coklat, bunga, dan boneka menjadi simbol valentine.

Hari valentine dijadikan sebagai momen ajang pamer hadiah di media sosial. Banyak orang berlomba-lomba menghabiskan lebih banyak uang untuk menunjukkan rasa cinta pada pasangannya dengan membeli hadiah.

Padahal cinta tidak butuh pembuktian hanya dengan membeli hadiah, tapi dibuktikan dari kesetiaan, perhatian, kepedulian, kepercayaan, dan pengorbanan.

Seperti tujuan utama budaya konsumtif untuk menciptakan ilusi kebahagiaan. Istilahnya semakin banyak barang yang dibeli, maka semakin besar rasa cinta yang ditunjukkan.

Tapi realitanya cinta yang selalu dikaitkan oleh transaksi materi malah bikin kepuasan emosional pasangan jadi berkurang.

Apa contohnya?

Kasus orang selingkuh padahal memiliki pasangan yang kaya. Penyebabnya faktor kesepian atau kurang mendapatkan perhatian dari pasangan membuatnya memilih selingkuh sebagai solusi instan atas masalah hubungannya.

Baca juga: Cinta Itu Komunikasi 2 Arah Kunci Hubungan Bebas Konflik

Hari kasih sayang berujung komersialisasi perasaan

pasangan memiliki ikatan cinta tidak merayakan valentine - melek cinta psikologi cinta

Hari valentine sudah mengubah makna cinta yang sebenarnya. Hari kasih sayang berubah menjadi ajang konsumsi massal (komersialisasi) dengan memanfaatkan emosi kamu dan pasanganmu.

Kamu yang menjalani hubungan romantis, terutama Gen X dan Z terpaksa mengikuti arus ‘pembuktian cinta’ dengan memberi hadiah pada pacar.

Kamu pun jadi berlomba-lomba memamerkan hadiah dari pacar di media sosial.

Postingan di media sosial menggambarkan kamu bersama pacar merayakan valentine seperti memiliki kehidupan romansa yang sempurna.

Fenomena hari valentine bisa disebut highlight reel effect.

Kamu yang merayakan hari valentine bareng pacar dianggap punya cerita cinta yang terbaik, sedangkan kamu tidak punya pacar dianggap tidak punya cerita cinta terbaik.

Tidak jarang, hari valentine selalu menciptakan tekanan sosial bagi kamu yang tidak punya pacar. Kamu dianggap tidak bahagia karena tidak punya cerita cinta yang bisa diposting di media sosial.

Ini seirama seperti yang dijelaskan oleh psikolog Dr. Jean Twenge dalam bukunya iGen.

Generasi muda yang tumbuh di era digital, seperti Gen X dan Z mengukur nilai hubungan dan kebahagiaan berdasarkan ekspektasi media sosial bukan interaksi membangun hubungan secara nyata.

Apabila tidak sesuai dengan standar kebahagiaan media sosial, maka hubungan mereka dikatakan tidak bahagia atau disebut tidak sempurna.

Ini sebabnya Gen X dan Z selalu dijadikan target pemasaran produk pada hari valentine.

Baca juga: Wanita High Value Kejam Untuk Urusan Cinta (Pacaran)

Alasan pasangan memiliki ikatan cinta yang kuat tidak merayakan hari valentine

pasangan memiliki ikatan cinta tidak merayakan valentine - melek cinta psikologi cinta

Alasan pasangan punya ikatan cinta yang kuat tidak merayakan valentine karena mereka tidak lagi membandingkan kebahagiaan hubungan mereka dengan orang lain.

Ini sebabnya mereka tidak perlu memamerkan status hubungan mereka secara online di media sosial.

Mereka tidak perlu membuktikan atau memvalidasi cinta mereka lewat wujud cokelat, buket bunga, kartu ucapan, atau boneka di media sosial.

Ukuran hubungan yang bahagia bukan ditentukan dari jumlah like dan views.

Ini sebabnya pasangan memiliki ikatan cinta yang kuat tidak merayakan valentine karena mereka sudah mampu mencintai diri sendiri (self love).

Mereka paham self love adalah tipe cinta pertama yang harus mereka miliki sebelum mencintai orang lain.

Pasangan memiliki ikatan cinta yang kuat adalah pribadi yang sudah bisa mencintai, menghargai, atau mengapresiasi dirinya sendiri.

Ini membuat mereka tidak mencari kebahagiaan dari validasi orang lain.

Mereka tidak lagi terjebak dalam standar kebahagiaan yang dipamerkan di media sosial sebagai couple goal. Contohnya mengumbar video atau foto kemesraan yang menampilkan keintiman hubungan.

Dengan kata lain, pasangan memiliki ikatan cinta yang kuat tidak merayakan valentine karena….

  • Rasa cinta itu suci bukan sebagai ajang komersialisasi massal tahunan yang mengaburkan makna cinta.
  • Cinta tidak harus ditunjukkan lewat cokelat atau bunga pada hari valentine, tapi refleksi bagaimana mereka mencintai dan menghargai pasangan setiap harinya.
  • Mereka tidak mau terjebak standar kebahagiaan media sosial akibat pengaruh highlight reel effect.
  • Tidak mau terbebani perayaan kosong atas ekspektasi sosial dengan harus membuktikan diri lewat materi yang berisi simbol-simbol valentine.

Semoga artikel ini bisa menambah insight kamu.

Terima kasih sudah membaca pasangan memiliki hubungan cinta yang kuat cenderung tidak merayakan valentine. Suka postingan ini? Kamu bisa sharing di media sosialmu agar teman-temanmu dapat value yang sama. Semoga kebermanfaatan ini terus berlanjut!

Yang ingin curhat masalah cinta dan menginginkan solusi profesional tanpa menghakimi. Teman curhat bareng psikolog klinis via chat bukan bersifat konseling, Untuk curhat bisa ke teman curhat

Yuk kita belajar bareng seputar relasi keintiman dalam hubungan romantis. Subscribe Youtube @Melek Cinta, Instagram @Ruang Cinta, dan Facebook @Melek Romansa. Follow juga @Google News berisi konten keintiman yang dipersonalisasi buat kamu.

Apa komentarmu tentang pasangan memiliki hubungan cinta yang kuat cenderung tidak merayakan valentine? Kamu punya pengalaman yang sama bisa berbagi mungkin kita semua bisa belajar dari pengalaman kamu.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top