Awalnya dia memaksa secepatnya ingin menikah tapi malah ragu muncul dari dalam dirinya, hal tersebut bisa terjadi apabila kenyataannya berbicara lain, bahwa dia diminta untuk segera secepatnya menikah oleh keluarga kekasihnya apalagi desakan itu muncul karena hubungan yang dijalaninya sudah cukup lama.
On this stories
Paksaan tersebut bisa membuat pihak yang sebenarnya meminta untuk secepatnya kapan menikah berubah menjadi stres atau malah galau disebabkan dirinya masih belum siap secara mental untuk menikah, apalagi dirinya kaget mengetahui adanya permintaan dari pihak keluarga kekasihnya ataupun keluarganya sendiri untuk segera secepatnya menikah.
Kondisi tersebut seringkali banyak dialami oleh seseorang terutama laki-laki yang mau memasuki gerbang perkawinan, seseorang yang selalu membicarakan dalam hubungannya dengan meminta “kapan menikah” kepada kekasihnya atau bahasa kerennya memaksa untuk secepatnya menikah.
Dilatarbelakangi oleh sosial budaya di belakangnya, misalnya hubungan yang dijalaninya sudah cukup lama lebih dari 5 tahun, faktor usia sang kekasih tidak lagi muda, teman-teman sang kekasih sudah pada menikah bahkan di antaranya sudah memiliki seorang anak, malu kepada keluarga besar atau tetangganya.
Seseorang yang memaksa secepatnya ingin menikah tapi malah ragu disebabkan dirinya belum siap secara mental untuk menikah dan tidak yakin dengan realitas kehidupannya setelah menikah
Orang yang ingin menikah tetapi malah galau disebabkan adanya paksaan untuk segera menikah bukanlah termasuk golongan orang yang takut untuk berkomitmen karena orang yang takut berkomitmen tidak akan pernah membicarakan masalah pernikahan dalam hubungan cintanya atau seringkali menghindari topik tersebut.
Sedangkan orang yang galau disebabkan adanya paksaan untuk segera menikah, bahwa dirinya tidak yakin saja membayangkan ke depannya seperti apa atau realitas kehidupan pernikahan di depan matanya. Adanya kekhawatiran akan konsekuensi bertambahnya rasa tanggung jawab dirinya kepada diri kekasihnya secara utuh setelah menikah.
Bahwa dirinya bisa memahami kondisi tersebut akan konsekuensinya namun dirinya tidak yakin, apakah dirinya bisa menjalani kehidupan pernikahan bersama kekasih pujaan hatinya, ibaratnya dia merasa ada beban berat ditaruh di pundaknya.
Contohnya, seorang laki-laki akan menjadi kepala rumah tangga berkewajiban menyediakan nafkah untuk keluarganya termasuk juga mencukupi kebutuhan lahir batin keluarganya seperti menghidupi kebutuhan istri maupun anak-anaknya, misalnya memikirkan biaya persalinan anak-anaknya, menyekolahkan dari tingkat dasar sampai tingkat atas dan lain-lain.
Sedangkan bagi seorang perempuan ada kekhawatiran akan dibatasi waktunya atau dirinya tidak bisa mengembangkan potensi yang dimiliki oleh dirinya, mengurusi segala macam keperluan rumah tangganya baik itu suaminya maupun anak-anaknya, merawat dan menjaga suaminya maupun anak-anaknya, mendidik anak-anaknya dan lain-lain.
Pemikiran-pemikiran seperti itulah bisa menjadi bumerang bagi seseorang yang tidak memiliki keyakinan dalam menjalani kehidupan pernikahannya apalagi realitas kehidupan sosial ekonomi saat ini kian waktu kian memberatkan dan menyusahkan orang-orang yang memiliki daya juang yang rendah atau mudah sekali menyerah dalam kehidupannya.
Gejala-gejala tersebut bisa disebabkan dulunya dia bisa hidup bebas tanpa ikatan tetapi ada suatu kondisi sudah menjalani hubungan sudah cukup lama, akhirnya dia memaksa secepatnya ingin menikah tapi malah ragu tingkat tinggi dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran yang ada di atas.
Hal tersebut bisa membuatnya jadi depresi, akhirnya mengesampingkan nilai-nilai dan kebiasaan yang dianutnya dalam membangun hubungan perkawinan yang baik dan sehat, jadi berantakan maka jangan sampai kita memiliki pandangan sempit atau labil seperti orang berpacaran yang tidak memiliki ikatan yang jelas atau belum pasti.
Kalau merasa tidak cocok di tengah jalan langsung bisa minta putus, bukan seperti itu jalan keluarnya apalagi perkawinan menyatukan dua keluarga besar yang berbeda menjadi satu keluarga maka kunci untuk jalan keluarnya adalah saling terbuka dan jujur dengan cara berkomunikasi apa yang dirasakannya.
Perlu ditekankan untuk memandang suatu perkawinan tidak sekedar hilangnya kebebasan, namun berani memutuskan untuk melakukan perkawinan bersama pujaan hati berarti di dalamnya ada tugas untuk membangun dan mengembangkan hubungan yang harmonis dan bahagia termasuk juga mempunyai keberanian untuk mengambil risiko dalam menjalani hubungan perkawinan kedepannya.
Keberanian mengambil risiko pasti muncul persoalan yang terjadi dalam hubungan perkawinannya mesti harus bisa diatasi untuk menyelesaikannya tergantung dari intensitas masalahnya, apapun masalah yang terjadi walaupun itu sulit perlu diatasi bersama-sama dengan penuh keyakinan, bahwa apapun masalahnya pasti ada jalan keluarnya, baca juga ada perasaan ragu menjelang pernikahan.
Kesimpulan memaksa secepatnya ingin menikah tapi malah ragu:
Bahwa dirinya ingin sekali menikah tetapi sebenarnya dia belum siap secara mental untuk menikah, belum siapnya dia bukan golongan orang yang takut berkomitmen melainkan dirinya tidak yakin dengan realitas kehidupannya setelah menikah seperti apa kedepannya apalagi didukung dengan orangnya yang mudah sekali menyerah dalam hidupnya bisa membuatnya jadi stres untuk memikirkannya.
Terima kasih sobat sudah berkunjung dan memberikan waktu luangmu untuk sejenak membaca memaksa secepatnya ingin menikah tapi malah ragu, semoga bermanfaat dan menjadi kebaikan untuk kita semua. Sobat ada tanggapan lain?